KEMATANGAN BERAGAMA

KEMATANGAN BERAGAMA

Baca Juga: Pola Asuh dan Pendidikan Anak Berbakat

Baharuddin dan Mulyono (2008) mengemukakan bahwa kematangan beragama merupakan disposisi yang bersifat dinamis dari sistem mental yang terbentuk melalui pengalaman,diolah dalam kepribadian yang membentuk pandangan hidup dan penyesuaian diri manusia. Allport (Indirawati, 2006) mengemukakan bahwa kematangan beragama merupakan watak keberagamaan yang terbentuk melalui pengalaman individu. Pengalaman akan membentuk respon terhadap stimulus yang diterima berupa konsep-konsep dan prinsip-prinisp. Konsep dan prinsip yang terbentuk dalam diri individu akan menjadi bagian penting dan bersifat menetap dalam kehidupan pribadi individu sebagai agama.

Baca Juga: Anak Berbakat

Baharuddin dan Mulyono (2008) mengemukakan bahwa penggambaran tentang kematangan beragama tidak terlepas dari kematangan pribadi. Jalaluddin (2007) mengemukakan bahwa kematangan beragama akan terlihat dari kemampuan dalam memahami, menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang diabutnya dalam kehidupan sehari-hari. Gusriani (2012) mengemukakan bahwa kematangan beragama merupakan pengalaman yang terbentuk pada individu yang memiliki kepribadian matang, kesadaran untuk mengetahui, memahami, dan mengamalkan ajaran agama yang dipercayainya dalam melakukan suatu aktivitas. Allport (Agusriani, 2012) mengemukakan bahwa aspek-aspek kematangan beragama sebagai berikut:

  1. Kemampuan untuk berdiferensiasi, Diferensiasi atau kemampuan perbedaan merupakan kemampuan individu menerima agama secara objektif, kritis, terbuka, dan tidak dogmatis. Keyakinan bahwa agama adalah bentuk beribadatan, agama terkait sikap terhadap tuhan. Kesadaran beragama yang matang merupakan kesadaran beragama yang membuat pemeluk agama dapat melihat lebih dalam topik berkenaan dengan orinetasi keagamaan serta mampu membedakan pandangan dan keyakinan dalam setiap topik. Kematangan beragama yang terdiferensiasi dengan baik akan membuat individu menjadi objektif dan kritis tapi tidak melunturkan keyakinan yang dimiliki. Individu dengan kematangan beragama yang telah terdiferensiasi dengan baik mampu menghubungkan dan merunut fakta yang bersumber dari keyakinan dan pendapat yang bermacam-macam tentang sejumlah topik keagamaan melalui pendalaman spritual.  Baca Juga: Yuk Kenali Apa Itu Prasangka
  2.  Motivasi kehidupan beragama yang dinamis, Keberagamaan individu didasari oleh karakter otonom yang merupakan suatu energi motivasi. Baharuddin dan Mulyono (2008) mengemukakan bahwa ada tiga dorongan motivasi sikap keagamaan, yaitu dorongan psikologis, psikis, dan sosial. pemenuhan ketiga kebutuhan tersebut dapat menimbulkan dan memperkuat motivasi keagamaan yang otonom. Motivasi yang otonom yaitu individu akan termotivasi untuk menunjukkan sikap keagamaan yang baik. Perbedaan antara sikap keagamaan yang belum matang dengan yang matang terletak pada otonomi motivasi keagamaannya.
  3. Konsistensi moraL, Kesadaran beragama yang matang terletak pada konsistensi pelaksanaan hidup bergama secara bertanggung jawab dengan mengerjakan perintah agama sesuai kemampuan dan berusaha meninggalkan larangan-larangan tuhan. Individu yang memiliki kesadaran beragama yang matang akan menghayati hubungan tersebut. Individu selalu berusaha mengharmoniskan hubungannya dengan  tuhan, individu lain, manusia lain, dan alam sekitarnya melalui sikap dan tingkah laku.
  4. Pandangan hidup komprehensif dalam beragama, Keberagamaan yang komprehensif membuat individu mampu menerima perbedaan pendapat dengan individu lain, baik perbedaan agama maupun perbedaan pendapat dengan individu lain yang seagama. Individu yang matang beragama akan memahami dan melakukan agama tidak sekedar bersifat formalitas dan parsial, tetapi berusaha memahami dan melaksanakan agama secara logika, perasaan, dan tindakan. Agama memberikan dorongan dan motivasi lebih kuat dan lebih bermakna terhadap semangat dan arti hidup.
  5. Pandangan hidup yang integral, Dalam kesadaran beragama integrasi tercermin pada keutuhan pelaksanaan ajaran agama, yaitu keterpaduan ihsan, iman, dan peribadatan. Pandangan individu yang matang dalam kesadaran beragama akan berusaha mencari, menafsirkan dan menemukan nilai-nilai baru ajaran agamanya agar dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan hidup yang matang bukan hanya keluasanncakupannya saja, tetapi mempunyai landasan terpadu yang kuat dan harmonis.
  6. Heuristik secara fundamental, Keberagamaan yang heuristik merupakan pola keberagamaan dimana kepercayaan dan keyakinan telah ada diyakini untuk sementara waktu sambil terus mengonfirmasi keyakinan yang mungkin lebih valid. Individu yang memiliki kesadaran beragama yang matang yaitu semangat mencari kebenaran, keimanan, rasa ketuhanan dan cara-cara terbaik untuk berhubungan dengan manusia dan alam sekitar.

    Referensi:

    Baharuddin & Mulyono. (2008).  Psikologi agama dalam perspektif islam. Malang: UIN Malang Press.

    Indirawati, E. (2006). Hubungan antara kematangan beragama dengan kecenderungan strategi coping. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro. 3(1), 69-92.

    Jalaluddin. (2011). Psikologi agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 

  7. Agusriani, A. (2012). Hubungan antara kematangan beragama dan kebahagiaan. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar.

A

 


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KEMATANGAN BERAGAMA"

Posting Komentar