Fenomena Toxic Parenting dalam Keluarga
A. Pengantar:
Gambaran Fenomena Toxic Parenting dalam Keluarga
Mojoko.co
(2017) dalam beritanya menunjukkan bahwa seorang mahasiswa yang berusia 18
tahun didiagnosa depresi dan melakukan percobaan bunuh diri karena merasa tidak
berharga dan rendah diri. Selain itu bentuk Fahmi (2020) dalam beritanya menunjukkan
bahwa perilaku negatif dari orangtua juga dirasakan perempuan yang berinisial
VY, orang tua memberikan tekanan akademik disertai dengan kekerasan fisik yang
menuntutnya untuk memenuhi standar yang ditetapkan orangtua sejak kecil. Setia
pia menyampaikan perasaannya ia akan dianggap durhaka oleh orangtua.
Baca Juga: Psikologi Positif
Grid.id (2019) dalam beritanya
menunjukkan bahwa seorang remaja melakukan percobaan bunuh diri dengan melompat
ke sungai. Remaja laki-laki tersebut dikabarkan bunuh diri karena sering dimarahi
oleh orangtuanya sejak kecil. Alodokter (2020) dalam artikelnya menunjukkan
bahwa seeorang remaha mengaku sering dipukul oleh orangtua yang membuatnya
merasa lelah dengan kehidupan di rumah dan memiliki pemikiran untuk bunuh diri.
Selain itu, Hambali (2021) dalam INews.id melansir berita seorang anak
mengalami pelecehan seksual dari ayahnya. Anak tersebut mendapatkan ancaman
dari ayahnya apabila tidak mengabulkan keinginan ayah. Hal tersebut membuat
anak nekat kabur dari rumah dan mengalami syok hingga takut bertemu dengan
ayahnya.
Kasus lain yang dikemukakan oleh Iqbal
(2020) menunjukkan bahwa salah satu remaja mengalami perilaku negatif dari
orangtua terhadap anak dalam bidang akademik. Anak mengurung diri di kamar dan
kehilangan nafsu makan akibat mendapat tekanan akademik yang tinggi dari
orangtua dan guru. Ia sering dimarahi, dibandingkan dan tidak memiliki waktu
bermain. Remaja tersebut mengaku berpikir untuk bunuh diri dan merasa hidupnya
seperti robot karena tuntutan orangtua yang menimbulkan stress akademik bagi
remaja.
Berdasarkan kasus diatas menunjukkan
terdapat perilaku negatif yang ditunjukkan orangtua dalam mengasuh anak. Firmansyah
(2021) dalam Alinea.id menunjukkan survey data KPAI yang dilakukan kepada
orangtua dan menunjukkan persentase sebesar hanya sebesar 33,8% orangtua yang
memahami terkait pengasuhan anak. Pemahaman orangtua yang rendah terkait
pengasuhan dapat memunculkan perilaku negatif orangtua dalam membesarkan anak, hal
ini akan berdampak pada tumbuh kembang anak selanjutnya. Orangtua yang
melakukan perilaku negatif terhadap anak dikenal dengan istilah toxic
parenting.
Baca Juga: Flow dan Prestasi Akademik
B. Pembahasan
Forward
dan Buck (2002) mengemukakan bahwa toxic parenting merupakan perilaku negative dari orangtua
dalam membesarkan anak. Adapun bentuk toxic parenting adalah orangtua
selalu benar, inadequates parent, orangtua pengendali, orangtua pecandu
alkohol, orangtua pelaku kekerasan fisik, pelaku kekerasan verbal, dan pelaku
kekerasan seksual. Munyua dan Disiye (2020) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa toxic parenting berhubungan dengan prestasi akademik siswa sekolah
menengah.Siswa yang mendapatkan perilaku toxic parenting memiliki
prestasi akademil yang rendah. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa siswa
dengan skor toxic parenting yang rendah memiliki kenyamanan emosional
dan psikologis dalam berkonsentrasi mengerjakan tugas akademik di sekolah.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh
Michalski (2017) menunjukkan bahwa lingkungan keluarga yang toksik dan
pengasuhan yang kurang baik dirasakan oleh Sebagian besar narapidana kasus
kekerasan. Efek negative dari keluarga toksik tersebut juga memberi pengaruh
jangka Panjang, yakni rendahnya resiliensi, hubungan dengan teman sebaya dan
pendidikan.
C. Faktor-faktor Toxic Parenting
Jalal,
Syam, Ansar dan
Ismail (2022) mengemukakan bahwa faktor-faktor
toxic parenting, yaitu:
Baca Juga: Faktor Pendukung Flow
1. Faktor lingkungan
Orangtua
yang menuntut anak-anaknya untuk menjadi seperti yang ia inginkan biasanya
karena ia melihat dari lingkungan sekitar dan mengakibatkan terjadinya
perbandingan yang terjadi secara terus-menerus. Hal tersebut mempengaruhi kepercayaan
diri anak karena secara tidak
langsung ia membandingkan dirinya dengan orang lain.
2. Faktor Ekonomi
Faktor
ekonomi juga mempengaruhi bagaimana
keharmonisan sebuah keluarga, orangtua yang bekerja secara
terus-menerus dapat menimbulkan resiko
stress yang berdampak
kepada perilaku orangtua dalam mengasuh
serta memperlakukan anak. Selain
itu, ia cenderung akan menyalahkan anak
dalam hal finansial serta
anak sering mendapatkan perkataan
yang kurang pantas dari orangtuanya.
Referensi:
Alodokter. (2020). Sering dipukul orangtua dan
berkeinginan bunuh diri. (online). https://www.alodokter.com/komunitas/topic/apa-ciri-depresi-- . Diakes
pada Maret 2023.
Fahmi, A. E. (2020). Orangtua durkaha ini paksa
anaknya jadi dokter, jika tak menurut akan dicap anak durhaka, begini tanggapan
psikolog. (online). https://suar.grid.id/amp/202102945/orangtua-durhaka-ini-paksa-anaknya-jadi-dokter-jika-tak-menurut-akan-dicap-anak-durhaka-begini-tanggapan-psikolog?page=all. Diakses pada Maret 2023.
Firmansyah (2021). Pelanggaran haka nak dalam
keluarga dan pendidikan melonjak. (online). https://www.alinea.id/nasional/pelanggaran-hak-anak-dalam-keluarga-dan-pendidikan-melonjak-b2cxT90NU. Diakses pada maret 2023.
Forward, S., ?& Buck, C. (2002). Toxic
parent: overcoming their hurtful legacy and reclaiming your life. New York:
Bantam Books.
Grid.id. (2019). Sering dimarahi orangtua, bocah ini
viral usai nekat bunuh diri dan terjun ke sungai. (online). https://www.grid.id/read/041732644/sering-dimarahi-orang-tua-bocah-ini-viral-usai-nekat-bunuh-diri-dan-terjun-ke-sungai?page=all. Diakses pada Maret 2023.
Hambali. (2021). Dilecehkan ayah, gadis remaja di
Cisauk kabur dari rumah. (online). https://www.inews.id/news/megapolitan/dilecehkan-ayah-gadis-remaja-di-cisauk-kabur-dari-rumah. Diakses pada Maret 2023
Iqbal, M. (2020). Pengaruh ambisi orangtua pada
keselamatan dan Kesehatan mental anak. (online). https://kumparan.com/muhammad-iqbal-1585828212312508410/pengaruh-ambisi-orang-tua-pada-keselamatan-dan-kesehatan-mental-anak-1uCzs5U7KDD.
Diakses pada maret 2023.
Jalal, N. M., Syam, R., Ansar, W., & Ismail, I.
(2022). Psikoedukasi Mengatasi Toxic Parenting Bagi Remaja. PaKMas: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2), 427-433.
Michalski, J. (2017). The cumulative disadvantages
of socially toxic family enviroments: a comparison of early life experiences of
incarcerated men and university students. European Journal of Sociology and
Anthropology, 2(2), 1-6. ISSN: 2468-4910.
Mojoko. Co. (2017). Kampus dan ekspektasi orangtua
membuat saya depresi. (online). https://mojok.co/corak/curhat/kampus-dan-ekspektasi-orang-tua-membuat-saya-depresi/amp/. Diakses pada Maret 2023.
Munyua, J.K. & Disiye, M.A. (2020). Toxic
parenting adversely correlates to student’s academi performance in secondary
schools in Uasin Gishu Countrey Kenya. International journal of scientific
and research publication, 10(7), 249-253. Doi: 10.29322/IJSRP.10.07.2020.p10331.
Oktariani. (2021). Dampak toxic parents dalam kesehatan mental anak. Jurnal
Pendidikan, Psikologi dan Kesehatan, 2(3), 215-232. doi: https://org/10.51849/j-p3k.v2i3.107.
0 Response to "Fenomena Toxic Parenting dalam Keluarga"
Posting Komentar